Struktur kimiawi aspartam |
Aspartam adalah pemanis buatan yang
terbuat dari dipeptida asam aspartat dan fenil alanin serta metanol. Aspartam memiliki sifat tidak tahan
suhu tinggi, karena suhu tinggi menyebabkan aspartam akan terurai menjadi
senyawa yang disebut diketopiperazin yang meskipun tidak
berbahaya bagi tubuh, tetapi mengakibatkan aspartam tidak lagi manis. Oleh sebab
itu, aspartam tidak dipakai dalam produk pembuat kue dan dipakai hanya untuk
minuman, es krim, dan yoghurt.
Saat ini, aspartam telah ada
dalam berbagai bentuk, seperti cair, granular, enkapsulasi dan
juga tepung. Bentuk enkapsulasi bersifat tahan panas
sehingga dapat digunakan untuk produk-produk yang memerlukan suhu tinggi dalam
pembuatannya. Kandungan energi
aspartam sangat rendah yaitu sekitar 4 kCal (17 kJ) per gram. Hal ini membuat
aspartam sangat populer untuk menghindari kalori dari gula. Keunggulan aspartam
lainnya yaitu tidak meninggalkan rasa pahit, tidak merusak gigi, menguatkan
cita rasa buah-buahan pada makanan dan minuman, dapat digunakan sebagai pemanis
pada makanan atau minuman pada penderita diabetes.
Aspartam merupakan pemanis
artifisial yang banyak digunakan di seluruh dunia, namun efek aspartam terhadap sel tubuh masih
menjadi kontroversi. Penggunaan aspartam telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) sejak 1981 untuk makanan kering(dry foods). Pada tahun 1983, FDA mengijinkan penggunaan aspartam dalam
minum soft drink, dan tahun 1996, aspartam boleh digunakan untuk seluruh
makanan. Pada tahun 2006, EFSA juga
mengizinkan penggunaan atau penambahan aspartam ke dalam makanan dengan dosis
40 mg/kg BB. Menurut US Food and Drug
Administration (FDA), The Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA), Americam Medical association (AMA), The American Council On Sience and Health
(ACSH) aspartam merupakan bahan makanan yang aman
bagi kesehatan, hanya berpengaruh pada rasa manis.
Aspartam telah disetujui penggunaannya di lebih dari 100 negara termasuk
Indonesia. Setelah persetujuan diperoleh, bukan berarti
tidak ada lagi penelitian lain yang dilakukan, ada ratusan penelitian tentang
aspartam. Keamanan
penggunaan aspartam berkaitan dengan dampaknya terhadap kesehatan masih menjadi
kontroversi dan masih terus dilakukan penelitian.
Aspartam dan toksiksitas pada sistem saraf dan hati
Di dalam tubuh, aspartam mengalami metabolisme. Aspartam dipecah menjadi 50% fenilaalanin, 40% asam aspartat, dan 10% metanol.1 Dalam jumlah normal, asam
aspartat dan fenilalanin aman dan sangat berguna . Studi eksperimental pada hewan dan manusia
menunjukkan hasil bahwa aspartam yang diasup secara oral akan mengalami
hidrolisis di gastrointestinal. Proses hidrolisis berjalan sangat efisien, sehingga jumlah aspartam yang masuk ke dalam
aliran darah tidak dapat terdeteksi.
Penelitian yang dilakukan terhadap monyet dan babi menunjukkan hasil
bahwa aspartam sangat cepat diserap
dalam gastrointestinal. 2
Fenilalanin,
salah satu metabolit aspartam menjadi fokus perhatian karena ada kemungkinan
menimbulkan efek samping terhadap tubuh manusia. Fenilalanin dapat menyebabkan toksiksitas,
terutama bagi penderita fenilketonuria.
Dalam keadaan normal, fenilalanin diubah
menjadi tirosin dan dibuang dari tubuh. Jika konsentrasi fenilalanin
berlebih dalam tubuh dan tidak sebanding dengan asupan tirosin yang dibutuhkan
otak, maka fenilalanin akan menghambat
enzim tyrosin hidrolase, yang
merupakan katalis catecholamin. Catecholamin atau norepinefrin merupakan
neurotransmitter penting yang berpengaruh terhadap attention atau fokus otak.
Hal ini berkaitan dengan risiko munculnya gangguan pada sistem saraf.5
Fenilketonuria atau fenilalaninemia atau fenilpiruvat
oligofrenia
(disingkat PKU) adalah gangguan dalam proses metabolisme fenilalanin. PKU dapat menyebabkan fenilalanin tertimbun
dalam darah sehingga dapat berisiko meracuni otak serta menyebabkan keterbelakangan mental. Penyakit ini diwariskan secara genetik, tubuh
tidak mampu menghasilkan enzim pengolah asam
amino fenilalanin,
sehingga menyebabkan kadar fenilalanin yang tinggi di dalam darah dan berbahaya
bagi tubuh. Oleh sebab itu, aspartam
tidak dianjurkan untuk dikonsumsi bagi penderita fenilketonuria. Batas aman
konsumsi aspartam bagi penderita fenilketonuria sebanyak 240 μM(EFSA).2
Aspartam
dan isolat asam amino dianggap sebagai penyebab penyakit neurodegenerative
penyakit, seperti Alzheimer, Parkinson, multiple
sclerosis, dan kejang. Hasil
penelitian pengaruh jangka panjang aspartam terhadap struktur saraf sciatic tikus selama tiga bulan,
menunjukkan hasil bahwa aspartam memiliki efek yang merugikan pada struktur
sarafs sciatic. Aspartat bersama dengan glutamat merupakan neurotransmiter yang dapat ditemukan di
otak dan tulang belakang. Jika
konsentrasi keduanya meningkat melebihi batas kritis, maka memicu tejadinya
toksiksitas. Berdasarkan penelitian
molekuler, mekanisme kerusakan saraf dan neurotoksiksitas bermula dari
metabolit aspartam yang mengaktivasi channel
kalsum melalui reseptor yang berperan dalam keluar masuknya kalsium pada
sel membran dan mengatur masuknya
kalsium ke dalam sel saraf. Adanya
gangguan yang disebabkan oleh metabolit aspartam, kalsium yang masuk sel saraf
memicu reaksi, yaitu adanya radikal bebas dan peroksidasi lipid, yang dapat
merusak sel saraf dan menyebabkan nekrosis sel saraf. Kondisi tersebut disebut excitotoxin.10
Selain fenilalanin dan aspartat, metanol dalam
aspartam dapat menyebabkan toksiksitas
karena metanol diubah menjadi asam format dan formaldehid oleh
tubuh. Dua zat tersebut bersifat toksik
terhadap sistem saraf (neurotoksik) dan dapat menyebabkan asidosis metabolik
jika konsumsi berlebihan.6 Metabolit
aspartam akan masuk dalam aliran darah dan akan dimetabolisme oleh hati. Aspartam
mempunyai dampak negatif tak langsung terhadap hati. Metanol yang teroksidasi menjadi formaldehid
dan asam format merupakan substansi yang dapat melukai sel hati. Oksidasi
metanol menyebabkan peningkatan peroksida yang akan menginduksi denaturasi,
fragmentasi protein dan perubahan pada kandungan enzim hepatik.8
Rekomendasi konsumsi aspartam adalah 40mh/kggBB/hari (EFSA) atau
50mg/kgBB/hari (FDA). Jika individu
mengonsumsi aspartam dalam jumlah lebih dari anjuran dapat menyebabkan masalah
kesehatan yang cukup serius.
Walaupun
banyak hasil penelitian yang menunjukkan efek negatif aspartam, pemanis ini dinyatakan aman oleh FDA san EFSA atas
berbagai pertimbangan penelitian. Berdasarkan data penelitian yang dikumpulkan
EFSA, toksiksitas akut dari aspartam tergolong rendah berdasarkan hasil
penelitian pada pada tikus, kelinci, dan
anjing. Aspartam telah diuji genotoksiksitasnya
baik secara in vitro dan in vivo, hasilnya tidak ada bukti yang kuat
menunjukkan aspartam memiliki efek negatif terhadap kerusakan gen dan kromosom.
Selain itu, tidak ada bukti dari penelitian in vivo yang menunjukkan bahwa
aspartam bersifat toksiksitas terhadap sistem
saraf. 2
Kontroversi Aspartam dan kanker
Keamanan aspartam diragukan seiring meningkatnya
jumlah penderita tumor otak berkaitan dengan konsumsi aspartam di Amerika. Hal
ini didukung penelitian yang menunjukkan hasil bahwa konsumsi aspartam dengan
dosis tinggi menginduksi terjadinya leukimia dan lymphoma.3 Penelitian lain yang dilakukan M.
Pandurangan et al. menunjukkan hasil bahwa aspartam merupakan substansi atau
zat yang potensial menghambat proses apoptosis sel kanker. Namun, penelitian
ini masih membutuhkan penelitian lagi terkait mekanisme yang detail aspartam
berperan dalam apoptosi dan sel kanker untuk membuktikan mekanisme molekuler
aspartam terhadap sel kanker.4
Konsumsi dalam jangka panjang aspartam
dapat memicu stres oksidatif akibat adanya metanol dan metabolit lainnya yang
memicu inflamasi. Sel-sel tubuh melawam reactive oxygen species (ROS) melalui
sistem antioksidan. Namun, jika
berlebihan, sistem antioksidan akan terganggu keseimbangannya dan menyebabkan
produksi nitric oxide (NO)
meningkat dan mengakibatkan kerusakan
sel karena NO bereaksi dalam difusi proses produksi peroxynitrite, yang merupakan pemicu peradangan.8 Soffritti et al, melaporkan bahwa
aspartam memiliki efek karsinogenik,
dimana bersifat merusak sel-sel tubuh, terutama sel-sel yang ada di hati.8
Sementara
itu, menurut EFSA berdasarkan hasil tiga
studi tentang toksiksitas kronis dan karsinogenik aspartam terhadap tikus,
menunjukkan hasil bahwa aspartam tidak berkaitan dengan keganasan/ neoplasma. Hasil penelitian terhadap tikus yang diberi
dosis tinggi aspartam (4000 atau 8000 mg/kgBB/hari) menunjukkan hasil
toksiksitas minor, oleh sebab itu EFSA menyatakan aspartam aman dikonsumsi dengan jumlah sesuai anjuran, yaitu
40mg/kggBB/hari.2
Kesimpulan
Penggunaan aspartam masih menjadi kontroversi
berkaitan dengan efek samping dan keamanannya terhadap kesehatan. Hasil
penelitian belum menunjukkan hasil yang signifikan terkait efek samping
aspartam. Penelitian tentang efek
samping aspartam masih pada tingkat hewan coba, sedangkan penelitian pada
manusia masih jarang. Aspartam
dinyatakan aman dikonsumsi oleh Regulatory
authorities, seperti FDA US dan EFSA
(atas dasar pertimbangn berbagai penelitian) dengan batas maksimal konsumsi
sebesar 4omg/kgBB/hari (EFSA) atau 50 mg/kgBB/hari (FDA). Aspartam tidak dianjurkan bagi penderita
penderita fenilketonuria. Berdasarkan
hasil penelitian, konsumsi aspartam dalam kondisi jangka panjang dan
berlebihan, berisiko terhadap terjadinya toksiksitas, asidosis metabolik,
kerusakan hepar, penyakit saraf, dan kanker.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Choudhary
AK, Rathinasamy RS. Effect of long intake of aspartame on ionic imbalance in immune organs
of immunized wistar albino rats. J Biomedicine & Preventive Nutrition
4.2014: 39–43.
2. Scientific Opinion on the re-evaluation of aspartame
(E 951) as a food additive. EFSA
Journal. 2013;11(12):3496. Available from: http://www.efsa.europa.eu/sites/
3.
Soffritti,
M., Belpoggi, F., Esposti, D.D., Lambertini, L..Aspartame induces lymphomas and
leukaemias in rats. Eur. J.Oncol. 2005;10, 107–116.
4.
Pandurangan
M, Enkhtaivan G, Mistry B, Chandrasekaran M, Noorzai R, Kim HD. Investigation
of role of aspartame on apoptosis process in HeLa cell. J Biological Science.
2015. Une 3;xxx.
5.
Villareal
LMA, Cruz RAN, Ples MB, Vitor II RJS. Neurotropic effect of aspartame,stevia,
sucralose on memory retention and on the histology of the hippocampus of the
ICR mice (Mus muculus). J Tropical
Biomedicine. 2016:6(2):114-118.
6.
Kruse
JA. Methanol poisoning. Intensive Care Med 1992;18:391–7.[8] Lee EW, Garner CD,
Terzo TS. Animal model for the study of methanol toxic-ity: comparison of
folate-reduced rat responses with published monkey data.J Toxicol Environ
Health 1994;41:71–82.
7.
Eells
JT, Henry MM, Lewandowski MF, Seme MT, Murray TG. Development
andcharacterization of a rodent model of methanol-induced retinal and optic
nervetoxicity. Neurotoxicology 2000;21:321–30.[10] Roberts HJ. Reactions
attributed to aspartame-.
8.
Ashok
I, Sheeladevi R. Oxidant stress evoked damaged in rat hepatocyte leading to
trigerred nitric oxide synthase (NOS) levels on long term consumption of
aspartame. J Food and Drug Analysis. 2014 July 25; 679-691.
9.
Kirkland
D, Gatehouse D. Aspartame: A review of genotoxicity
data. J Food and Chemical Toxicology 84 (2015) 161e168. Available on: www.elsevier.com/locate/foodchemtox
10. Okasha, EF. Effect of long
term-administration of aspartame on the ultrastructure of sciatic nerve. J
Microscopy and Ultrastructure.2016. Available on: www.els evier.com/locate/jmau
Komentar
Posting Komentar