GEN SINDO JOURNALISM CAMP, Gairahkan semangat anak muda untuk menulis



Ayo Semangat Menulis!  Jadilah generasi muda yang peka, analisis yang kritis.  Jangan hanya diam, nyatakan apresiasimu dengan tulisan.  Melalui tulisan, kita bisa mengubah dunia. Foto bersama Bpk Dedy Irianto (Assistant Director Media Relatian ang Opinion Maker Division Communication Department Bank Indonesia) dan Bpk Hatim Varabi (Redaktur Koran Sindo)

            Menulis adalah hal yang mudah, namun untuk menghasilkan tulisan yang bermutu bukanlah hal yang mudah.  Seseorang perlu rutin menulis dan membaca, dengan kebiasaan tersebut, seseorang belajar untuk mengoreksi dan mengevaluasi tulisan yang dibuatnya. Semakin rajin menulis, seseorang akan semakin peka dan punya gaya khas untuk setiap karya tulisnya.
            Di era modern ini, banyak sekali anak muda yang tertarik untuk menulis.  Biasanya mereka mencari komunitas menulis baik di sekolah maupun lingkungannya.  Di sekolah dan juga perguruan tinggi sudah mewadahi melalui organisasi yang berkaitan dengan jurnalistik. Tak hanya lembaga pendidikan saja yang memberi tempat untuk anak muda mengembangkan karya tulisannya, Koran Sindo pun memberi wadah untuk anak muda berkreasi melalui tulisan. Keseriusan koran Sindo untuk mendukung kreativitas anak muda telah diwujudkan melalui komunitas volunteer koran Sindo yang disebut Gensindo.  Kebanyakan anggota Gensindo adalah mahasiswa.  Selain itu, Koran Sindo juga sering memberi pelatihan jurnalistik terutama untuk Gensindo.  Pelatihan jurnalistik biasanya diadakan di Gedung Sindo, namun, tahun 2015 ini, Koran Sindo membuat gebrakan baru sebagai wujud keseriusannya mendukung generasi muda untuk menulis melalui Gensindo Journalism Camp (13-15 Agustus 2015).  Gensindo Journalism Camp diadakan di Wisma Indofood, Cibodas, Cianjur Jawa Barat.  Pelatihan yang didukung oleh Indofood dan Bank Indonesia ini, diikuti 50 peserta dari berbagai komunitas, di antaranya lembaga pers mahasiswa, Gensindo dan GenBI (komunitas penerima beasiswa Bank Indonesia) yang berasal dari berbagai kampus seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
            Dalam pelatihan yang berlangsung tiga hari dua malam ini, peserta sangat antusias mengikuti setiap sesi materi.  Pada hari pertama, ada 4 sesi materi dasar tentang jurnalistik.  Saat sesi 1, peserta mendapat materi pelnulisan beritan dan teknik wawancara yang disampaikan oleh Hana, Redaktur Pelaksana Koran Sindo.  Dari sesi 1 ini, peserta langsung praktik menulis berita dengan kasus yang telah disediakan.  Peserta diajarkan untuk bekerja secara cepat dan tepat dengan hasil kualitas berita yang baik.

            Pada saat sesi 2, peserta sangat antusias untuk berpendapat mengemukakan gagasannya.  Pada sesi ini, Danang Arradian, Redaktur Tekno, Otomotif, dan Supervisor GENSINDO mengajak peserta untuk belajar jadi jurnalis ala Gensindo.  Komunikasi interaktif antara pembicara dan peserta menghasilkan banyak gagasan baru yang dapat dijadikan bahan tulisan.  Dari sesi ini, secara tidak langsung peserta juga belajar mapping issue.  Beberapa contoh gagasan menarik, diantaranya internet addiction, karakter manusia dalam psikologi, bisnis bersama pacar, dan masih banyak lagi.




 
Dari gambar di atas, peserta jurnalis camp diajak pitching ide.  Peserta camp mengungkapkan gagasan  atau topik tulisan yang akan diangkan dari tema itu.


Setelah mengungkapkan gagasan, peserta belajar lagi tentang perencanaan dan mapping issue yang diiisi oleh Djaka Susila, Wapemred Koran Sindo.  Mapping issue atau pemetaan isu adalah bagian dari perencanaan, tujuannya menjaga kontinyiutas sebuah atau beberapa isu.   


Semakin malam, topik yang dibahas makin seru.  Peserta belajar tentang fotografi bersa Mas Tobo, Fotografer Koran Sindo.  Cara penyampaian yang santai dan penekanan materi yang pas membuat suasana sangat kondusif untuk belajar.  Ada 4 penekanan dalam fotografi, yaitu focal point, eksekusi, etika, dan kreativitas supaya mendapat angle/ sudut pandang foto yang pas.  Focal point adalah daerah/ tempat/ objek yang pertama kali dapat menarik perhatian mata, biasanya berbentuk backdrop TV, lukisan, dll. Dalam proses eksekusi atua pengambilan gambar, ada etikanya. Jika ada gambar tidak senonoh atau gambar mayat sebaiknya tidak dishare ke publik.  Selain itu, fotografer juga harus punya kreativitas dan imajinasi yang tinggi supaya dapat memotret dengan angle terbaik.
            Keesokan paginya, peserta mendapat tugas untuk mencari foto yang layak dijadikan foto berita.  Disini, para peserta diberi kesempatan untuk pergi ke kawasan wisata Cibodas.  Para peserta tampak antusias, mereka rela berjalan cukup jauh untuk hunting foto. Yang menarik dari momen hunting foto ini adalah mengajak peserta camp untuk melihat sekaligus peka terhadap lingkungan sekitar.   Sebagai pemula, awalnya peserta kesulitan untuk mendapatkan foto terbaik, walaupun akhirnya ada foto berita yang mereka dapatkan.  Untuk mendapatkan foto berita, memerlukan imajinasi dan kreasi yang tinggi, perlu kesabaran juga menunggu momen yang tepat. 

Anak kecil menemani ibunya yang sedang bekerja memasukkan pupuk ke dalam pot.  Walau ditinggal kerja ibunya, anak itu setia menunggu ibunya dan tidak rewel.



            Setelah selesai berjalan-jalan keliling kawasan wisata Cibodas, saatnya bagi para peserta mengikuti sesi berikutnya yang diisi oleh Bank Indonesia.  Jadi, dalam kegiatan ini, peserta tidak hanya belajar jurnalistik saja, ada juga informasi tentang peran Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Gerakan Cinta Rupiah yang disampaikan oleh Deputi Direktur Departemen Komunikasi BI Andiwiana Septonarwanto.  “Sesi bersama Bank Indonesia seru, membuka pandangan tentang ekonomi Indonesia, hal yang jarang saya pikirkan, tapi saya suka tentang gerakan cinta rupiah”, ujar Fajrin, salah satu peserta camp. 
            Peran Bank Indonesia sebagai bank sentral salah satunya untuk menjaga inflasi serta menjaga peredaran uang yang ada saat ini.  Selain itu, Bank Indonesia juga menggalakkan Gerakan Cinta Rupiah kembali.  Dulu gerakan ini pernah dikemukakan di akhir pemerintahan orde baru.  Sebagai orang Indonesia sudah seharusnya mencintai rupiah.  Namun, yang sering terjadi adalah penggunaan dollar sebagai uang simpanan makin tinggi, perdagangan atau jual beli barang menggunakan dollar di Indonesia makin banyak, maka tidak heran jika dollar semakin menguat. Selain itu, banyak orang Indonesia, baik secara sadar atau tidak, memperlakukan uang dengan tidak baik sehingga uang cepat rusak. Perlakuan seperti mencoret uang, melipat tak beraturan, bahkan menyetrika uang, semua itu dapat menyebabkan uang cepat rusak.  Merusak uang sama saja akan merusak alam.  Kenapa? Uang terbuat dari pohon, semakin banyak mencetak uang baru, maka makin banyak pula pohon yang ditebang.  Gerakan cinta rupiah perlu dikembangkan lagi, karena dengan begitu orang Indonesia akan lebih menghargai rupiah, sehingga kelak harapannya rupiah banyak digunakan dalam perdagangan baik skala yang besar maupun skala kecil dan nilai rupiah tidak terpuruk seperti sekarang.
            Gensindo Journalism adalah kegiatan edukasi yang harus ada setiap tahunnya.  Acara ini sangat bermanfaat untuk pengembangan karya anak muda  di bidang jurnalistik.  Adanya dukungan yang baik untuk jurnalistik, membuka mata generasi muda untuk lebih tertarik menulis dan membaca. Harapannya kelak, banyak generasi muda yang menghasilkan karya tulis yang berkualitas dan membawa perubahan baik untuk negara Indonesia. “Mungkin, kelak Gensindo Journalism Camp tidak hanya memberikan pelatihan saja tapi juga memberikan penghargaan terhadap hasil karya jurnalistik anak muda.”ungkap Ninik, peserta Gensindo Journalism Camp.  (Elsa Prisma/LPM Manunggal Undip)

Komentar